Saturday, September 16, 2017

Mengenal sosok Pak Sakera Metatu

Bapak Miskan, 66 Tahun,  pelaku seni dendang bhirawa,  yang biasa dipanggil Pak Sakera 




Setelah mengenalkan Dendang Bhirawa, dan beberapa tokoh yang giat dalam berkesenian dan mentas bersama Dendang Bhirawa. Pada kesempatan kali ini bertemu dengan Pak Sakeranya Dendang Bhirawa.

Di era tahun 1960an didesa Metatu Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, ada drama dan lawak yang terkenal dari desa Metatu, drama dan lawak dan orkes melayu tergabung dalam Fatahillah pimpinan H saifuddin. Kemudian dalam perkembangannya menjadi dendang bhirawa,  dan salah satu pemainnya yakni bapak Miskan

Menurut Miskan 67 tahun, yang lebih akrab dipanggil pak sakera saat mentas. ia mentas dalam dendang bhirawa berperan sebagai Tokoh dengan logat Madura.  Berbekal pengalamannya yang Merantau ke bondowoso,  Jakarta dan berkomunikasi dengan orang orang Madura, membuatnya fasih berbahasa Madura. Sehingga ia selalu mendapat peran dan berlogat orang Madura. " ngomonge boso meduro sak pakaiane, sak brengose." terangnya

Ia menuturkan Banyak sekali pelaku seni yang terlibat di pementasan dijaman itu, urusan transportasi awalnya berjalan kaki dan membawa semua alat, lambat laun meminjam sepeda onthel, karena sepeda ontel tidak mencukupi maka menyewa mobil, dari pickup sampai truk.  "biyen mlaku nek desoe cidhek, trus nyewo sepeda ongkel, suwe suwe nyewu montor truk mergo gak cukup muatane." lanjutnya dalam logat Metatu

Ia melanjutkan,setiap lakon yang ia mainkan selalu dibumbui bahasa Madura dan yang sering dimainkan adalah Sakera. Pernah satu ketika ia tetidur dibelakang panggung dan dibiarkan teman temannya dan terbangun saat pentas selesai. "satelah manggung babak awal, saya tertidur dan tau tau penonton tidak ada karena sudah selesai," kenangnya

Dulu ia selalu membawa Clurit dalam lakon dramanya, clurit nya terbuat dari kayu yang dicat dan ditengah tengah dikasih rongga untuk menaruh pewarna cair yang berwarna Merah, sehingga waktu digunakan dalam berduel diperan, maka ada efek darah. "penonton dikalah itu kaget dan dipikir darah, padahal pewarna."Imbuhnya

Ia membenarkan bahwa manggung djaman itu masih mengunakan penerangan lampu petromak, dan untuk memainkan warna cahaya dengan menyelipkan kertas warna tergantung warna yang diinginkan. "biasae yang dekor iku pak muridjan," pungkasnya dalam logat Metatu  (Rantas/wawan)

No comments:

Post a Comment