Monday, September 4, 2017

Memahami secuil Sejarah dan Kearifan Lokal Dusun Medangan Desa Metatu Kecamatan benjeng





























Memahami Sejarah, sama seperti kita memahami diri dan keluarga kita. karena dengan memahami sejarah perjalanan terbentuknya sebuah daerah sama saja kita memahami asal usul dan perjuangan sesepuh desa. untuk itu kami mencoba mengulas dan menghadirkan secuil cerita lisan yang dikemukakan oleh narasumber.
siang itu saya bertemu dengan H Nasrib/Tasrip atau yang lebih dikenal dengan Abah bau. abah Bau merupakan Kepala Dusun yang sudah mengabdi sejak tahun 1972, beliau masih hafal kapan ia dilantik tepatnya 24 Oktober 1972 dan pensiun pada tanggal 09 Juli 2013. 
Beliau Bercerita banyak terkait Sejarah, Kerafifan Lokal Dusun Medangan, dan proses perjalanan beliau mengabdi di Dusun Medangan.  ia masih ingat bersama abah daru , Kepala Desa saat itu babat alas dalam rangka pengembangan pemukiman dusun medangan, dan ditahun 1978 perkembangan Penduduk Desa Medangan berkembang semakin Pesat.
ia masih ingat beberapa perangkat Desa di tahun 1972, diantaranya Lurah H. Mat Darum atau yang lebih dikenal abah darum, Carik Gunari, wak mudin munaji, Mudin sarpan, bayan sagi, bayan ridwan,kamituwo iran,  dan banyak lagi yang dia ingat siapa saja rekan sejawatnya dalam dia mengabdi didesa seperti bau Gunawan, bau santu, bau aripin, bau pahing, bau ratimin, bau damin, bau hari dan bau jais. nama nama itu adalah rekan sejawatnya di perangkat desa Metatu. dan sebelum ia menjadi kasun dimedangan sebelumnya ada bau yasmo dan bau sagi. 
kemudian ia menceritan sejarah dusun medangan. Dusun Medangan Desa Metatu, , awalnya terletak di sebelah utara Jembatan Medangan. ia mengkisahkan, dijaman itu ada orang yang sedang melakukan perjalanan, kemudian berhenti sebentar untuk istirahat. Tidak jauh dari tempat beristirahat, ada petani yang sedang membajak sawah. Ia mencoba bertanya pada petani tersebut.
Petani itu menghampiri orang yang sedang beristirahat itu, orang itu bertanya nama desa ini pada petani, dijawab dengan nama desa ini desa ‘matamu’. 
Karena merasa dijawab dengan demgam kasar, orang terbebut tidak terima dan mengajak berduel. sehingga petani itupun menerima tantangan tersebut.
Setelah duel berakhir, dan takut akan terjadi kejadian yang sama. untuk menghindari kesalahpahaman dalam penyebutan nama desa, dan atas kejadian pertempuran itu, warga desa bersepakat untuk mengubah nama desa menjadi nama “SINGOPADU”, artinya singa yang sedang berkelahi. Dalam perjalanan pemerintahan dan kehidupan warga, suasana desa tidak tenang. Sering terjadi kegaduhan, pertengkaran, percekcokan, sehingga kondisi masyarakat tidak kondusif.
Akhirnya masyarakat bersepakat untuk mengubah lagi nama desa, dan ditemukan nama yang baik yaitu “MEDANGAN”. Berasal dari kata pedang, kata medangan diartikan landep atau tajam. Medangan artinya tajam pemikirannya, yang diharapkan warga desa ini dalam bertindak, segala sesuatu dipikirkan dengan matang, sehingga hasilnya lancar dan sesuai yang diharapkan.

KAMPUNG LAMA POMAHAN
Kampung lama Dusun Medangan, di sebelah utara jembatan Medangan, yang sekarang sudah menjadi sawah. Di tempat ini sekarang sering ditemukan bekas-bekas abu dan arang pembakaran. Pada beberapa tempat sering ditemukan tumpukan batu bata merah.
Jika tanami padi di area tersebut, tidak bisa subur seperti di sebelahnya. Akhirnya diyakini warga bahwa dibawahnya terdapat batu bata. Menurut warga, tanah tersebut cenderung panas, sehingga tanaman yang tumbuh di atasnya tidak bisa berkembang baik.
Dahulu tanah di wilayah ini sangat subur, dan dimanfaatkan petani sebagai pupuk. Warga disini menyebutnya “mbothok”. Mereka mengambil secukupnya kemudian disawur ditebarkan merata, seperti menebar pupuk. Dan anehnya, setelah diberi bothok tanah bekas pemukiman lama, tanaman menjadi subur. Namun sekarang pupuk sudah diganti lebih modern.

VERSI LAIN ASAL USUL MEDANGAN
Menurut penuturan narasumber lain, asal usul Desa Medangan dimulai dari perjalanan rombongan Sunan Giri menuju Majapahit. Sampai di wilayah ini, mereka bertemu dengan prajurit Majapahit. Akhirnya terjadi peperangan yang sengit, waktu itu senjata yang banyak dipakai adalah pedang. Bunyi benturan antar pedang terdengar hingga kejauhan. Akhirnya wilayah terkenal dengan Medangan, atau “adu pedang“, yang artinya di tempat ini dulu terdapat perang dengan bersenjatakan pedang.
Dari sumber lain, asal-usul Desa Medangan berasal dari saudagar kaya Sumedang Jawa Barat yang berkunjung ke wilayah ini. Mereka memberikan nama Medangan ke daerah ini.
Nama kepala dusun, zaman dahulu disebut Bau, yang pernah memimpin desa ini, yang bisa diketahui antara lain : Rais / Pak Cukul, Yasmo (1965 – 1972), Nasrip (

1972 – 2013).
Menurut keyakinan warga turun-temurun, Kepala Dusun yang memimpin desa ini, hendaknya dari warga asli desa, bukan pendatang. Karena diyakini mereka akan memimpin dengan baik, masyrakat tidak kurang sandang pangan dan papan, alias makmur.
Dari beberepa cerita yang berkembang, Dusun ini pernah dipimpin pendatang, atau bukan penduduk asli. Walaupun sudah memimpin dengan baik, adil namun ada saja kejadian yang menimbulkan ketidaknyamanan. Hal ini diyakini dari “danyang” desa, atau leluhur desa yang lebih sreg jika yang memimpin desa ini warga asli Medangan.

JALAN BARU DUSUN MEDANGAN
Pada masa pemerintahan sebelum Kepala Desa Mad Darum, dan Bau (Kepala Dusun) Nasrip, akses jalan masuk dusun Medangan berada di sebelah utara dan selatan, tidak mengarah ke barat (seperti saat ini). Pak Bau, yang baru menjabat 2 tahun, pada tahun 1974, berinisiatif membuka jalan baru, yang menuju arah ke barat, karena disana terdapat jalan akses arteri kabupaten.
Pak Bau Nasrip beserta warga, bekerja bakti membabat pohon dan ilalang, sehingga dapat dilalui warga. Dalam melaksanakan pembangunan ini, menurut penuturan Mad Darum, Kepala Desa pada masa itu, terjadi kematian berturut-turut hingga 40 hari.
Dengan berbagai masukan dan pertimbangan pada masa itu, Pak Bau melaksanakan tasyakuran dan pagelaran seni nanggap wayang, agar desa aman. Atas usul warga, disarankan agar mendatangkan wayang dengan dalang yang mumpuni.
Pada masa itu, diketahui ada dua dalang yang sangat disegani. Darmo Jein dari Desa Dadapkuning dan dalang Sani dari Desa Sirnoboyo. Darmo Jein terkenal dengan wayang golek, sedangkan dalang Sani menggunakan wayang kulit. Akhirnya Pak Bau Medangan, menghadirkan Dalang Sani.
Pagelaran wayang kulit dan campur sari dalam rangka sedekah Bumi Dusun Medangan tahun 2017
Pagelaran wayang pun digelar, masyarakat terhibur dan senang. Atas saran Dalang, desa Medangan dinamakan Desa Sumedang Kamulyan. Hingga sekarang, dalam  ritual do’a untuk desa, warga menyebut dengan Sumedang Kamulyan, walaupun secara administrasi pemerintahan masih bernama Medangan.

MAKAM KERAMAT
Di sebelah selatan Dusun Medangan, terdapat makam keramat. Jumlah kuburannya ada 9 makam. Menurut cerita yang ada, warga menyebutnya makam Mbah Dadi Gunung Bolong. Ada juga yang menyebutnya Mbah Runti. Makam itu diyakini makam laki-laki dan perempuan.
Di makam ini, terdapat pohon Kejaran. Pada zaman dahulu dibawah pohon itu sering digunakan sebagai tempat pemujaan dan kirim doa. Sampai sekarang sebagian masyarakat masih mengirimkan “takir” sebagai pernghormatan kepada leluhur desa.
Makam ini keramat, dahulu ada pohon asem besar. Kemudian dibabat oleh seseorang. Namun sebelum penebangan selesai, orang tersebut jatuh sakit. Di lain waktu, cerita yang sama berulang, pohon asem belum juga roboh ditebang, bahkan sang penebang pohon jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Walaupun ajal adalah takdir Allah, Tuhan Yang Maha Esa, namun warga meyakini juga di bahwa makam ini keramat. Sehingga kita tetap harus waspada dan hati-hati melakukan apapun, karena disekitar kita ada makhluk yang tidak terlihat, jin dan sebangsanya, sama-sama makhluk Tuhan, yang tidak boleh diganggu.

PECUT
Menurut penuturan Pak Bau Nasrip, sejarah perjalanan Dusun Medangan dahulu sangat susah, namun sekarang warga masyarakat hidup berkecukupan. Dalam bahasa jawa, “sejarahe soroh tapi saiki uripe mulyo”. Saat ini, selain bertani, banyak warga yang berdagang maupun wirausaha, dalam mencukupi kebutuhan hidup dan menafkahi keluarga.

Menurut penuturan Pak Bau Nasrip, dahulu ada seorang pedagang sapi atau blantik, yang sangat sukses. Selain karena strategi berdagang yang baik, beliau juga dikisahkan memiliki pecut yang diyakini milik pedagang leluhur desa ini. 
Mungkin ini secuil sejarah yang bisa disampaikan, cerita ini berasal dari sesepuh dusun medangan H. Tasrib dan sumber buku babat alas benjeng, tentunya banyak kekurangan, untuk itu mudahan-mudahan kedepannya generasi bisa melengkapi atau bahkan meluruskan beberapa kesalahan penulisan. dan bisa jadi tulisan ini menjadi pondasi awal agar generasi tidak lupa akan sejarah dan perjuangan sesepuh desanya.

(Sumber : buku Babat alas Benjeng) Hadi Setiawan)

No comments:

Post a Comment